Senin, 19 Oktober 2015

Turunnya Angka Kelahiran di Negara Maju



Bab I
A.       Sejarah Manajemen
1.            Abad 19
Bidang pelajaran manajemen berkembang dari ekonomi dalam abad 19. Pelaku Ekonomi klasik Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori teori pengaturan sumber daya| pengaturan sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti Penetapan standar, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan kerja. seperti
Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.
Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan sains.
2.            Abad 20
Teori pertama tentang manajemen yang lengkap muncul sekitar tahun 1920. Orang seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.
Mendekati akhir abad 20, manajemen terdiri dari beberapa bidang terpisah, termasuk:

    Manajemen Sumber daya manusia
    Manajemen operasi atau produksi
    Manajemen strategi
    Manajemen pemasaran
    Manajemen keuangan
    Manajemen informasi teknologi
B.        Tantangan Abad 21 Menurut Peter Drucker
Sejak ilmu manajemen pertama kali dikenal, sebagian besar pakar berpegang pada dua perangkat asumsi dasar mengenai realitas manajemen, yang menuju pada suatu kesimpulan bahwa sisi dalam organisasi merupakan domain dari ilmu manajemen. Sampai dengan awal tahun 1980-an semua asumsi tersebut, masih cukup dekat dengan kenyataan keseharian, baik untuk bidang penelitian, penulisan, pendidikan maupun manajemen praktis. Namun seiring dengan perubahan jaman, asumsi-asumsi tradisional tersebut tidak lagi relevan, bahkan menjadi penghalang bagi pengembangan teori dan praktek manajemen.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Drucker yang merupakan seorang pakar teori manajemen terkemuka, berpendapat bahwa asumsi-asumsi yang selama ini digunakan perlu dikaji ulang, untuk kemudian diformulasikan suatu asumsi baru yang mampu memberikan informasi yang lengkap tentang teori dan praktek manajemen. Dengan memaparkan latar belakang mengapa selama ini digunakan asumsi tradisional, untuk kemudian diperbandingkan dengan kondisi saat ini, Drucker menegaskan bahwa: manajemen harus difokuskan pada hasil dan kinerja organisasi yang merupakan sisi luar dari organisasi. Karena itu manajemen menjadi alat khusus yang membuat sebuah organisasi mampu membuahkan sebuah hasil. Dengan fungsi tersebut, Drucker menawarkan suatu paradigma manajemen yang baru yaitu :
Perhatian dan tanggung jawab manajemen merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah organisasi dan hasil yang dicapai, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang terkontrol maupun tidak oleh organisasi tersebut.
Dengan paradigma manajemen yang baru ini, asumsi dasar mengenai praktek dan prinsip manajemen juga mengalami perubahan. Dalam buku ini Drucker memaparkan sejumlah tantangan yang harus dihadapi manajemen dalam memasuki abad 21 yang penuh perubahan.
Tantangan yang pertama adalah dalam hal mengatur strategi. Drucker melihat bahwa periode dimana sekarang kita hidup merupakan bagian dari suatu transisi mendasar, dengan dampak perubahan-perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada masa revolusi industri kedua ataupun perubahan struktural yang dipicu oleh masa depresi (tahun 1930-an) serta Perang Dunia ke 2. Walaupun merupakan masa transisi yang penuh dengan ketidakpastian, hal-hal yang pasti tetap diperlukan yang dapat dijadikan dasar penyusunan strategi dan menurut Drucker realitas di bawah ini merupakan hal yang pasti di masa datang:
           turunnya angka kelahiran di negara maju
           terjadinya pergeseran distribusi disposable income masyarakat
           redefinisi dari kinerja korporasi
           adanya kompetisi global
           ketidakselarasan antara perekonomian dan politik
Mengiringi masa transisi, diperlukan pula pemimpin yang mampu menghadapi perubahan. Drucker menekankan bahwa seseorang tak akan dapat mengatur perubahan, yang bisa dilakukannya adalah melangkah di depan perubahan tersebut. Karena itu jargon "mengatasi penolakan terhadap perubahan" yang sepuluh sampai lima belas tahun lalu sangat terkenal dalam ilmu manajemen, saat ini tidak dapat diterima lagi. Semua orang sudah mengakui bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari. Pada periode dimana perubahan struktural terjadi sangat cepat, mereka yang mampu bertahan hanyalah yang mampu menjadi pemimpin perubahan tersebut dan melihat perubahan sebagai suatu kesempatan.
"Management Challenges for the 21st Century" tidak membosankan dibaca dan bukan sekedar teks book. Selain padat dengan pembahasan kasus-kasus, penulis juga menyuguhkan wawasan yang bijaksana. Dengan kapasitas penulisnya sebagai pakar manajemen, dapat dipastikan banyak manfaat yang bisa dipetik dan direnungkan dengan membaca buku ini. Uraian Drucker yang sudah menjangkau masa depan mengingatkan kita untuk berani melakukan perubahan dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menghadapi perubahan





BAB II
A.       Turunnya Angka Kelahiran di Negara Maju
Jumlah penduduk yang besar dapat dilihat sebagai potensi penyedia tenaga kerja dan pangsa pasar prospektif yang dapat dijadikan penopang pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Berbagai literatur ekonomi dan teori pertumbuhan menunjukkan, pertumbuhan penduduk merupakan faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi Negara-negara maju, seperti Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris berusaha meningkatkan pertumbuhan penduduk agar ekonomi tumbuh berkelanjutan dengan memberi berbagai insentif agar orang mau menikah dan memproduksi banyak anak.
Kondisi yang berbeda terjadi di negara-negara berkembang di mana pemerintah berusaha keras menurunkan angka kelahiran. Penduduk besar bukan berkah bagi pembangunan, tetapi beban, karena pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan, dan layanan publik lain. Indonesia sebagai negara penyumbang ke-4 populasi dunia berusaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB). Upaya itu membuahkan penurunan angka kelahiran dari 5,6 tahun 1970-an menjadi 2,4 tahun 2000
B.        Strategi Menurunkan Angka Kelahiran
Angka kelahiran 2,4 merupakan angka yang masih terlalu tinggi sehingga perlu ada upaya untuk menurunkannya. Apakah program KB bisa diharapkan untuk menurunkan angka kelahiran? Jawabannya, ya. Namun, pendekatan program KB harus diubah mengikuti perkembangan zaman dan perubahan sosial ekonomi masyarakat.
Kebijakan pengendalian penduduk/Keluarga Berencana harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Ke depan, kebijakan Keluarga Berencana diarahkan ke bagian hulu, yaitu menyelesaikan faktor penyebab tingginya angka kelahiran. Jika faktor-faktor tersebut bisa diselesaikan, diyakini masyarakat akan menurunkan jumlah anak dalam keluarga.
Frank Lorimer dalam buku culture and fertility. Asumsinya terdapat hubungan antara system kekerabatan dan fertilitas. System kekerabatan lineal memberi dorongan terhadap fertilitas yang tinggi merupakan kesimpulan  dari tulisannya.

Proses perubahan angka kelahiran dan angka kematian di dalam demografi diterangkan dengan teori transisi demografi. Tiga tahap transisi demografi yaitu pratransisi, transisi dan pasca transisi.

1.      Pada fase awal, angka kematian menurun teeetapi angka kelahiran tetap tinggi dengan perbaikan kesehatan   aaada kemungkinan angka kelahiran mengalami kenaikan

2.      Pada masa transisi tengah, baik angka kematian maupun angka kelahiran menurun, namunangka kematian menurun lebih cepat. Dengan demikian penduduk bertambah dengan pesat

3.      Pada masa transisi akhir, angka kematian rendah atau menurun sedikit sedangkan angka kelahiran berkisar antara sedang dan rendah. Pada fase ini pengetahuan dan praktek keluarga berencana sudah meluas.

Di negara barat, proses penurunan angka kelahiran melalui praktek keluarga berencana tidak dikenal sama sekali sebagaimana di negara berkembang yang dijadikan program pemerintah. Di Barat yang justru menyuarakan pentingnya penurunan jumlah penduduk untuk meningkatakan kualitas hidup dan mencegah kemiskinan adalah pejuang keluarga berencana dan bukan pemerintah. Adalah; Francis place (1771-1854), Edwarf trueiove (1878-79), Dr. Knolton, Robert Dale Owen, William robinson dan Mrgaret sanger; mereka adalah para pejuang keluarga berencana di barat. Majalah Malthusian memberitakan bahwa kontrasepsi adalah obat penting untuk mencegah kemiskinan akibat jumlah anak dan penduduk terlalu banyak.

Penurunan angka kelahiran pada berbagai masyarakat berkaitan dengan peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Padahal negara-negara industry pada umumnya tidak mempunyai program resmi keluarga berencana untuk penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran dengan alat kontrasepsi dibarengi motivasi mempunyai anak sedikit.

Sementara itu, negara-negara berkembang mempunyai program keluarga berencana. Pelaksanaan program KB di berbagai negara berkembang didasarkan pada perhitungan ekonomi. Program KB  menggunakan isu /topic tertentu. Lambing-lambang dan kampannye program KB pada umumnya ditujukan untuk mengembangkan norma-norma keluarga kecil dan memperlemah preferensi terhadap anak laki-laki. Topic preferensi jenis kelamin anak dibicarakan dalam berbagai studi penelitian ilmuwan social di berbagai Negara.

Freedman dan Coombs menyimpulkan bahwa dalam hal preferensi terhadap anak laki-laki terdapat perbedaan antara Negara industry dan Negara berkembang. Sejalan dengan toppik preferensi anak banyak juga penelitian dilakukan tentang nilai anak dalam keluarga. Ada dua macam beban ekonomi anak; yakni beban financial dan biaya alternative atau opportunity cost. Beban financial merupakan biaya pemeliharaan langsung, seperti makan, pakaian, rumah, pendidikan dan perawatan kesehatan. Biaya alternative merupakan biaya yang dikeluarkan atau penghasilan yang hilang karena mengasuh anak.

 

Dampak global program keluarga berencana pada Negara berkembang adalah penurunan fertilitas. Ada program KB yang didukung kekuatan politik seperti Indonesia, RRC, Bangladesh, dan Kenya, dan ada yang sukses tanpa dukungan politis seperti Thailand, korea, Taiwan costa rica dan Colombia.

Selain itu, perlu ada program tambahan sebagai pelengkap program KB.

Strategi untuk menekan laju angka kelahiran       :
·         Menurunkan angka kematian bayi
Kedua kebijakan itu terlihat tidak saling berhubungan, tetapi mari ditelaah secara saksama. Berdasar riset yang penulis lakukan terkait permintaan anak di Asia Tenggara dan Asia Selatan, tingginya angka kematian bayi berkorelasi positif dengan tingginya angka kelahiran di mana setiap kenaikan satu kematian bayi per 1.000 kelahiran akan menaikkan angka kelahiran sebesar 0,0183. Korelasi ini menunjukkan, orangtua cenderung memproduksi banyak anak sebagai bagian strategi menghindari risiko (risk averse) kehilangan anak pada waktu kecil. Mereka berharap, dengan memiliki banyak anak, akan memperbesar probabilitas memiliki anak yang bertahan hidup sampai dewasa
Untuk menekan angka kematian bayi, tak ada cara lain selain meningkatkan program pelayanan kesehatan ibu dan bayi, meningkatkan asupan gizi ibu dan anak, serta memperluas akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan. Diyakini, meski secara rata-rata pendidikan ibu-ibu di Indonesia masih rendah, perilaku mereka rasional seperti layaknya agen ekonomi. Kebijakan menurunkan angka kematian bayi sama dengan menurunnya risiko investasi anak sehingga ibu-ibu akan secara sadar menurunkan produksi anak.

·         Memperluas kesempatan kaum wanita untuk bekerja di sektor formal
Seorang wanita pekerja formal akan kehilangan berbagai kesempatan, seperti promosi, bahkan penurunan produktivitas, jika mereka harus berkali-kali hamil dan melahirkan. Perluasan kesempatan kerja di sektor formal akan meningkatkan biaya kesempatan (oppotunity cost) bagi wanita sehingga mereka secara langsung akan menurunkan produksi anak

·         Peningkatan dan perluasan kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan.
Meningkatnya pendidikan berarti memperpendek usia produktif wanita untuk memproduksi anak, meningkatkan rasionalitas kaum perempuan, dan memperluas kesempatan kaum perempuan untuk bekerja di sektor formal. Peningkatan 1 persen female school enrollement ratio akan menurunkan angka kelahiran 0,0170

·         Jaminan sosial hari tua
Salah satu alasan orangtua memiliki anak adalah agar di hari tua ada yang merawat dan membantu secara finansial. Karena itu, para orangtua akan memproduksi banyak anak dan berharap salah satu anaknya sukses secara sosial ekonomi sehingga bisa merawat dan membantu di hari tua. Jika fungsi tersebut bisa diambil alih negara dengan program jaminan sosial hari tua, akan menurunkan kekhawatiran dan memberi kepastian kepada para orangtua terkait kehidupan pada masa tua. Dengan demikian, mereka dengan sukarela menurunkan jumlah produksi anak.






C.        Contoh Negara Maju Dengan Tingkat Kelahiran Tinggi
Sejak reunifikasi, Jerman merupakan negara yang paling padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82 juta orang tinggal di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di bagian timur, di wilayah bekas RDJ. Ada tiga kecenderungan yang menandai perkembangan demografis di Jerman: angka kelahiran yang rendah, usia harapan hidup yang terus meningkat, serta penuaan masyarakat.

Sejak tiga dasawarsa jumlah anak yang lahir di Jerman tetap kecil: Sejak tahun 1975 statistik menunjukkan jumlah kelahiran per perempuan sebesar 1,3 anak, dengan gerakan naik-turun angka itu yang tidak berarti. Kesimpulannya, sejak 30 tahun besar generasi anak lebih kecil sepertiga dibandingkan dengan besar generasi orang-tua. Berkat pendatang yang pindah dalam jumlah besar dari negara lain ke Jerman bagian barat, penurunan jumlah penduduk yang sebanding dengan angka kelahiran dapat dicegah. Pada waktu yang sama usia harapan hidup meningkat terus. Dewasa ini angkanya 77 tahun untuk laki-laki dan 82 tahun untuk perempuan.

Meningkatnya usia harapan hidup, lebih-lebih lagi angka kelahiran yang rendah menyebabkan kecenderungan ketiga: Bagian orang muda dalam jumlah penduduk seluruhnya menurun, sedangkan bagian orang lanjut usia meningkat. Pada awal tahun 90-an, untuk setiap orang berusia 60 tahun ke atas terdapat hampir tiga orang dalam usia kerja aktif. Pada awal abad ke-21, rasio itu hanya 1 banding 2,2. Menurut prakiraan, dalam dasawarsa yang akan datang rasio itu akan turun lagi sampai di bawah 1 banding 2. Penuaan masyarakat termasuk tantangan terbesar di bidang politik sosial dan keluarga. Oleh sebab itu, asuransi purnakarya pun dirombak: Pola pembiayaan tradisional yang dikenal sebagai “perjanjian antargenerasi” makin lama makin tidak terjangkau lagi dan dilengkapi dengan dana persiapan hari tua yang dibiayai secara perorangan. Di samping itu digiatkan pelaksanaan tindakan di bidang politik keluarga yang dapat memacu kenaikan angka kelahiran.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar