Bab
I
A.
Sejarah
Manajemen
1.
Abad 19
Bidang pelajaran manajemen berkembang dari ekonomi dalam abad 19. Pelaku
Ekonomi klasik Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori teori
pengaturan sumber daya| pengaturan sumber daya, produksi dan penetapan harga.
Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan
Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti Penetapan standar,
prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan
kerja. seperti
Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan
lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi,
struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.
Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon
Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori
manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara
keseleruhan berdasarkan sains.
2.
Abad 20
Teori pertama tentang manajemen yang lengkap muncul sekitar tahun 1920.
Orang seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang
dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen
terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun
1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang
menugaskan penelitian tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik
statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett
mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu
riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba
pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di
bidang logistik dan operasi.
Mendekati akhir abad 20, manajemen terdiri dari beberapa bidang terpisah,
termasuk:
Manajemen Sumber daya manusia
Manajemen operasi atau produksi
Manajemen strategi
Manajemen pemasaran
Manajemen keuangan
Manajemen informasi teknologi
B.
Tantangan
Abad 21 Menurut Peter Drucker
Sejak ilmu manajemen pertama kali dikenal, sebagian besar pakar berpegang
pada dua perangkat asumsi dasar mengenai realitas manajemen, yang menuju pada
suatu kesimpulan bahwa sisi dalam organisasi merupakan domain dari ilmu
manajemen. Sampai dengan awal tahun 1980-an semua asumsi tersebut, masih cukup
dekat dengan kenyataan keseharian, baik untuk bidang penelitian, penulisan,
pendidikan maupun manajemen praktis. Namun seiring dengan perubahan jaman,
asumsi-asumsi tradisional tersebut tidak lagi relevan, bahkan menjadi
penghalang bagi pengembangan teori dan praktek manajemen.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Drucker yang merupakan seorang pakar
teori manajemen terkemuka, berpendapat bahwa asumsi-asumsi yang selama ini
digunakan perlu dikaji ulang, untuk kemudian diformulasikan suatu asumsi baru
yang mampu memberikan informasi yang lengkap tentang teori dan praktek
manajemen. Dengan memaparkan latar belakang mengapa selama ini digunakan asumsi
tradisional, untuk kemudian diperbandingkan dengan kondisi saat ini, Drucker
menegaskan bahwa: manajemen harus difokuskan pada hasil dan kinerja organisasi
yang merupakan sisi luar dari organisasi. Karena itu manajemen menjadi alat
khusus yang membuat sebuah organisasi mampu membuahkan sebuah hasil. Dengan fungsi
tersebut, Drucker menawarkan suatu paradigma manajemen yang baru yaitu :
Perhatian dan tanggung
jawab manajemen merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah
organisasi dan hasil yang dicapai, baik di dalam maupun di luar organisasi,
yang terkontrol maupun tidak oleh organisasi tersebut.
Dengan
paradigma manajemen yang baru ini, asumsi dasar mengenai praktek dan prinsip
manajemen juga mengalami perubahan. Dalam buku ini Drucker memaparkan sejumlah
tantangan yang harus dihadapi manajemen dalam memasuki abad 21 yang penuh
perubahan.
Tantangan yang
pertama adalah dalam hal mengatur strategi. Drucker melihat bahwa periode
dimana sekarang kita hidup merupakan bagian dari suatu transisi mendasar,
dengan dampak perubahan-perubahan yang jauh lebih besar dibandingkan yang
terjadi pada masa revolusi industri kedua ataupun perubahan struktural yang
dipicu oleh masa depresi (tahun 1930-an) serta Perang Dunia ke 2. Walaupun
merupakan masa transisi yang penuh dengan ketidakpastian, hal-hal yang pasti
tetap diperlukan yang dapat dijadikan dasar penyusunan strategi dan menurut
Drucker realitas di bawah ini merupakan hal yang pasti di masa datang:
• turunnya angka kelahiran di negara maju
• terjadinya pergeseran distribusi
disposable income masyarakat
• redefinisi dari kinerja korporasi
• adanya kompetisi global
• ketidakselarasan antara perekonomian
dan politik
Mengiringi masa transisi, diperlukan pula pemimpin yang mampu menghadapi
perubahan. Drucker menekankan bahwa seseorang tak akan dapat mengatur
perubahan, yang bisa dilakukannya adalah melangkah di depan perubahan tersebut.
Karena itu jargon "mengatasi penolakan terhadap perubahan" yang
sepuluh sampai lima belas tahun lalu sangat terkenal dalam ilmu manajemen, saat
ini tidak dapat diterima lagi. Semua orang sudah mengakui bahwa perubahan
merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari. Pada periode dimana perubahan
struktural terjadi sangat cepat, mereka yang mampu bertahan hanyalah yang mampu
menjadi pemimpin perubahan tersebut dan melihat perubahan sebagai suatu
kesempatan.
"Management Challenges for the 21st
Century" tidak membosankan dibaca dan bukan sekedar teks book. Selain
padat dengan pembahasan kasus-kasus, penulis juga menyuguhkan wawasan yang
bijaksana. Dengan kapasitas penulisnya sebagai pakar manajemen, dapat
dipastikan banyak manfaat yang bisa dipetik dan direnungkan dengan membaca buku
ini. Uraian Drucker yang sudah menjangkau masa depan mengingatkan kita untuk
berani melakukan perubahan dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam
menghadapi perubahan
BAB II
A. Turunnya
Angka Kelahiran di Negara Maju
Jumlah penduduk yang besar dapat dilihat sebagai potensi penyedia tenaga
kerja dan pangsa pasar prospektif yang dapat dijadikan penopang pertumbuhan
ekonomi sebuah negara.
Berbagai
literatur ekonomi dan teori pertumbuhan menunjukkan, pertumbuhan penduduk
merupakan faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi Negara-negara maju,
seperti Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris berusaha meningkatkan pertumbuhan
penduduk agar ekonomi tumbuh berkelanjutan dengan memberi berbagai insentif
agar orang mau menikah dan memproduksi banyak anak.
Kondisi yang
berbeda terjadi di negara-negara berkembang di mana pemerintah berusaha keras
menurunkan angka kelahiran. Penduduk besar bukan berkah bagi pembangunan,
tetapi beban, karena pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan,
kesehatan, pendidikan, dan layanan publik lain. Indonesia sebagai negara
penyumbang ke-4 populasi dunia berusaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk
dengan program Keluarga Berencana (KB). Upaya itu membuahkan penurunan angka
kelahiran dari 5,6 tahun 1970-an menjadi 2,4 tahun 2000
B.
Strategi Menurunkan Angka Kelahiran
Angka kelahiran 2,4 merupakan angka yang masih terlalu tinggi sehingga
perlu ada upaya untuk menurunkannya. Apakah program KB bisa diharapkan untuk
menurunkan angka kelahiran? Jawabannya, ya. Namun, pendekatan program KB harus
diubah mengikuti perkembangan zaman dan perubahan sosial ekonomi masyarakat.
Kebijakan pengendalian penduduk/Keluarga
Berencana harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Ke depan, kebijakan Keluarga Berencana diarahkan ke bagian hulu,
yaitu menyelesaikan faktor penyebab tingginya angka kelahiran. Jika
faktor-faktor tersebut bisa diselesaikan, diyakini masyarakat akan menurunkan
jumlah anak dalam keluarga.
Frank Lorimer dalam buku
culture and fertility. Asumsinya terdapat hubungan antara system kekerabatan
dan fertilitas. System kekerabatan lineal memberi dorongan terhadap fertilitas
yang tinggi merupakan kesimpulan dari tulisannya.
Proses perubahan angka kelahiran dan angka kematian di dalam demografi diterangkan dengan teori transisi demografi. Tiga tahap transisi demografi yaitu pratransisi, transisi dan pasca transisi.
1. Pada fase awal, angka kematian menurun teeetapi angka kelahiran tetap tinggi dengan perbaikan kesehatan aaada kemungkinan angka kelahiran mengalami kenaikan
2. Pada masa transisi tengah, baik angka kematian maupun angka kelahiran menurun, namunangka kematian menurun lebih cepat. Dengan demikian penduduk bertambah dengan pesat
3. Pada masa transisi akhir, angka kematian rendah atau menurun sedikit sedangkan angka kelahiran berkisar antara sedang dan rendah. Pada fase ini pengetahuan dan praktek keluarga berencana sudah meluas.
Di negara barat, proses penurunan angka kelahiran melalui praktek keluarga berencana tidak dikenal sama sekali sebagaimana di negara berkembang yang dijadikan program pemerintah. Di Barat yang justru menyuarakan pentingnya penurunan jumlah penduduk untuk meningkatakan kualitas hidup dan mencegah kemiskinan adalah pejuang keluarga berencana dan bukan pemerintah. Adalah; Francis place (1771-1854), Edwarf trueiove (1878-79), Dr. Knolton, Robert Dale Owen, William robinson dan Mrgaret sanger; mereka adalah para pejuang keluarga berencana di barat. Majalah Malthusian memberitakan bahwa kontrasepsi adalah obat penting untuk mencegah kemiskinan akibat jumlah anak dan penduduk terlalu banyak.
Penurunan angka kelahiran pada berbagai masyarakat berkaitan dengan peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Padahal negara-negara industry pada umumnya tidak mempunyai program resmi keluarga berencana untuk penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran dengan alat kontrasepsi dibarengi motivasi mempunyai anak sedikit.
Sementara itu, negara-negara berkembang mempunyai program keluarga berencana. Pelaksanaan program KB di berbagai negara berkembang didasarkan pada perhitungan ekonomi. Program KB menggunakan isu /topic tertentu. Lambing-lambang dan kampannye program KB pada umumnya ditujukan untuk mengembangkan norma-norma keluarga kecil dan memperlemah preferensi terhadap anak laki-laki. Topic preferensi jenis kelamin anak dibicarakan dalam berbagai studi penelitian ilmuwan social di berbagai Negara.
Freedman dan Coombs menyimpulkan bahwa dalam hal preferensi terhadap anak laki-laki terdapat perbedaan antara Negara industry dan Negara berkembang. Sejalan dengan toppik preferensi anak banyak juga penelitian dilakukan tentang nilai anak dalam keluarga. Ada dua macam beban ekonomi anak; yakni beban financial dan biaya alternative atau opportunity cost. Beban financial merupakan biaya pemeliharaan langsung, seperti makan, pakaian, rumah, pendidikan dan perawatan kesehatan. Biaya alternative merupakan biaya yang dikeluarkan atau penghasilan yang hilang karena mengasuh anak.
Dampak global program keluarga berencana pada Negara berkembang adalah penurunan fertilitas. Ada program KB yang didukung kekuatan politik seperti Indonesia, RRC, Bangladesh, dan Kenya, dan ada yang sukses tanpa dukungan politis seperti Thailand, korea, Taiwan costa rica dan Colombia.
Selain itu,
perlu ada program tambahan sebagai pelengkap program KB.
Strategi untuk menekan laju angka
kelahiran :
·
Menurunkan
angka kematian bayi
Kedua
kebijakan itu terlihat tidak saling berhubungan, tetapi mari ditelaah secara
saksama. Berdasar riset yang penulis lakukan terkait permintaan anak di Asia
Tenggara dan Asia Selatan, tingginya angka kematian bayi berkorelasi positif
dengan tingginya angka kelahiran di mana setiap kenaikan satu kematian bayi per
1.000 kelahiran akan menaikkan angka kelahiran sebesar 0,0183. Korelasi ini
menunjukkan, orangtua cenderung memproduksi banyak anak sebagai bagian strategi
menghindari risiko (risk averse) kehilangan anak pada waktu kecil. Mereka
berharap, dengan memiliki banyak anak, akan memperbesar probabilitas memiliki
anak yang bertahan hidup sampai dewasa
Untuk menekan
angka kematian bayi, tak ada cara lain selain meningkatkan program pelayanan kesehatan ibu dan bayi, meningkatkan
asupan gizi ibu dan anak, serta memperluas akses masyarakat terhadap fasilitas
kesehatan. Diyakini, meski secara rata-rata pendidikan ibu-ibu di
Indonesia masih rendah, perilaku mereka rasional seperti layaknya agen ekonomi.
Kebijakan menurunkan angka kematian bayi sama dengan menurunnya risiko
investasi anak sehingga ibu-ibu akan secara sadar menurunkan produksi anak.
·
Memperluas
kesempatan kaum wanita untuk bekerja di sektor formal
Seorang wanita
pekerja formal akan kehilangan berbagai kesempatan, seperti promosi, bahkan
penurunan produktivitas, jika mereka harus berkali-kali hamil dan melahirkan.
Perluasan kesempatan kerja di sektor formal akan meningkatkan biaya kesempatan
(oppotunity cost) bagi wanita sehingga mereka secara langsung akan menurunkan
produksi anak
·
Peningkatan
dan perluasan kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan.
Meningkatnya
pendidikan berarti memperpendek usia produktif wanita untuk memproduksi anak,
meningkatkan rasionalitas kaum perempuan, dan memperluas kesempatan kaum
perempuan untuk bekerja di sektor formal. Peningkatan 1 persen female school
enrollement ratio akan menurunkan angka kelahiran 0,0170
·
Jaminan
sosial hari tua
Salah satu
alasan orangtua memiliki anak adalah agar di hari tua ada yang merawat dan
membantu secara finansial. Karena itu, para orangtua akan memproduksi banyak
anak dan berharap salah satu anaknya sukses secara sosial ekonomi sehingga bisa
merawat dan membantu di hari tua. Jika fungsi tersebut bisa diambil alih negara
dengan program jaminan sosial hari tua, akan menurunkan kekhawatiran dan
memberi kepastian kepada para orangtua terkait kehidupan pada masa tua. Dengan
demikian, mereka dengan sukarela menurunkan jumlah produksi anak.
C.
Contoh Negara Maju Dengan Tingkat Kelahiran Tinggi
Sejak reunifikasi,
Jerman merupakan negara yang paling padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82
juta orang tinggal di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di bagian
timur, di wilayah bekas RDJ. Ada tiga kecenderungan yang menandai perkembangan
demografis di Jerman: angka kelahiran yang rendah, usia harapan hidup yang
terus meningkat, serta penuaan masyarakat.
Sejak tiga dasawarsa jumlah anak yang lahir di Jerman tetap kecil: Sejak tahun 1975 statistik menunjukkan jumlah kelahiran per perempuan sebesar 1,3 anak, dengan gerakan naik-turun angka itu yang tidak berarti. Kesimpulannya, sejak 30 tahun besar generasi anak lebih kecil sepertiga dibandingkan dengan besar generasi orang-tua. Berkat pendatang yang pindah dalam jumlah besar dari negara lain ke Jerman bagian barat, penurunan jumlah penduduk yang sebanding dengan angka kelahiran dapat dicegah. Pada waktu yang sama usia harapan hidup meningkat terus. Dewasa ini angkanya 77 tahun untuk laki-laki dan 82 tahun untuk perempuan.
Meningkatnya usia harapan hidup, lebih-lebih lagi angka kelahiran yang rendah menyebabkan kecenderungan ketiga: Bagian orang muda dalam jumlah penduduk seluruhnya menurun, sedangkan bagian orang lanjut usia meningkat. Pada awal tahun 90-an, untuk setiap orang berusia 60 tahun ke atas terdapat hampir tiga orang dalam usia kerja aktif. Pada awal abad ke-21, rasio itu hanya 1 banding 2,2. Menurut prakiraan, dalam dasawarsa yang akan datang rasio itu akan turun lagi sampai di bawah 1 banding 2. Penuaan masyarakat termasuk tantangan terbesar di bidang politik sosial dan keluarga. Oleh sebab itu, asuransi purnakarya pun dirombak: Pola pembiayaan tradisional yang dikenal sebagai “perjanjian antargenerasi” makin lama makin tidak terjangkau lagi dan dilengkapi dengan dana persiapan hari tua yang dibiayai secara perorangan. Di samping itu digiatkan pelaksanaan tindakan di bidang politik keluarga yang dapat memacu kenaikan angka kelahiran.
Sejak tiga dasawarsa jumlah anak yang lahir di Jerman tetap kecil: Sejak tahun 1975 statistik menunjukkan jumlah kelahiran per perempuan sebesar 1,3 anak, dengan gerakan naik-turun angka itu yang tidak berarti. Kesimpulannya, sejak 30 tahun besar generasi anak lebih kecil sepertiga dibandingkan dengan besar generasi orang-tua. Berkat pendatang yang pindah dalam jumlah besar dari negara lain ke Jerman bagian barat, penurunan jumlah penduduk yang sebanding dengan angka kelahiran dapat dicegah. Pada waktu yang sama usia harapan hidup meningkat terus. Dewasa ini angkanya 77 tahun untuk laki-laki dan 82 tahun untuk perempuan.
Meningkatnya usia harapan hidup, lebih-lebih lagi angka kelahiran yang rendah menyebabkan kecenderungan ketiga: Bagian orang muda dalam jumlah penduduk seluruhnya menurun, sedangkan bagian orang lanjut usia meningkat. Pada awal tahun 90-an, untuk setiap orang berusia 60 tahun ke atas terdapat hampir tiga orang dalam usia kerja aktif. Pada awal abad ke-21, rasio itu hanya 1 banding 2,2. Menurut prakiraan, dalam dasawarsa yang akan datang rasio itu akan turun lagi sampai di bawah 1 banding 2. Penuaan masyarakat termasuk tantangan terbesar di bidang politik sosial dan keluarga. Oleh sebab itu, asuransi purnakarya pun dirombak: Pola pembiayaan tradisional yang dikenal sebagai “perjanjian antargenerasi” makin lama makin tidak terjangkau lagi dan dilengkapi dengan dana persiapan hari tua yang dibiayai secara perorangan. Di samping itu digiatkan pelaksanaan tindakan di bidang politik keluarga yang dapat memacu kenaikan angka kelahiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar